Gajah mini Kalimantan mungkin bukan asli Kalimantan. Populasi ini mungkin adalah mereka yang bertahan hidup dari balapan gajah Jawa – diselamatkan secara kebetulan dari kepunahan oleh Sultan Sulu berabad-abad lalu, menurut penelitian.
Asal usul gajah mini, yang ditemukan di sebuah pegunungan yang membentang dari timur laut pulau ke jantung Kalimantan, telah lama menjadi misteri. Penampilan dan perilakunya berbeda dari gajah Asia dan para ilmuan mempertanyakan mengapa mereka tidak pernah menyebar ke bagian lain pulau ini.
Namun sebuah makalah yang diterbitkan tahun 2008 mendukung keyakinan lama yang dipegang masyarakat kalau gajah ini dibawa ke Kalimantan berabad-abad lalu oleh Sultan Sulu, sekarang di Philipina, dan kemudian ditinggalkan di hutan rimba. Karenanya, gajah Sulu diduga berasal dari Jawa.
Gajah Jawa menjadi punah beberapa saat setelah Eropa tiba di Asia Tenggara. Gajah di Sulu, tidak pernah dipandang asli pulau ini, diburu di tahun 1800an.
“Gajah dikapalkan dari satu tempat ke tempat lainnya di Asia beratus tahun lalu, biasanya sebagai hadiah untuk para penguasa,” kata Shim Phyau Soon, seorang penjaga hutan yang gagasannya mengenai asal usul sang gajah menarik minat para peneliti. “Mengesankan bila kita mempertimbangkan kalau gajah hutan Kalimantan mungkin bagian terakhir dari sebuah subspesies yang punah di pulau Jawa, tanah aslinya, berabad-abad lalu.”
Bila gajah mini Kalimantan faktanya memang merupakan gajah dari Jawa, pulau yang jaraknya lebih dari 1200 km di selatan pegunungan habitat sang gajah, ia dapat menjadi translokasi gajah pertama dalam sejarah yang berhasil bertahan hingga zaman modern, memberi para ilmuan data kritis dari eksperimen satu abad lamanya.
Para ilmuan memecahkan sebagian dari misteri ini tahun 2003, ketika pengujian DNA dari Universitas Columbia dan WWF menghapus kemungkinan kalau gajah Kalimantan berasal dari Sumatera atau Asia, dimana subspesies Asia lainnya ditemukan, menyisakan Kalimantan atau Jawa sebagai sumber yang paling mungkin.
Makalah tersebut, berjudul “Origins of the Elephants Elephas Maximus L. of Borneo,” diterbitkan dalam Sarawak Museum Journal menunjukkan kalau tidak ada bukti arkeologis mengenai keberadaan gajah ini dalam jangka panjang di Kalimantan.
“Cukup satu gajah betina subur dan satu gajah jantan subur, bila dibiarkan tanpa gangguan di habitat yang cukup baik, secara teori akan menjadi populasi berisi 2000 ekor gajah dalam kurang dari 300 tahun,” kata Junaidi Payne dari WWF, salah satu pengarang. ”Dan mungkin itulah yang terjadi disini”.
Mungkin hanya ada 1000 ekor gajah di alam liar, sebagian besar di negara bagian Sabah, Malaysia. Pelacakan satelit WWF menunjukkan kalau mereka memilih habitat dataran rendah yang sama yang semakin dibersihkan untuk penanaman karet dan kelapa sawit. Asal usul mereka di Jawa membuat mereka lebih penting untuk dilestarikan lagi.
“Bila mereka datang dari Jawa, kisah mengagumkan ini menunjukkan nilai usaha untuk menyelamatkan bahkan populasi kecil dari spesies ini, yang sebelumnya diduga telah punah,” kata Dr Christy Williams, koordinator program gajah dan badak Asia WWF. “Ia memberi kita keberanian untuk mengajukan pelestarian demikian dengan populasi kecil yang tersisa pada badak Sumatera dan badak Jawa yang terancam punah, dengan memindahkan beberapa diantaranya ke habitat yang lebih baik untuk berkembang biak. Hal ini telah berhasil pada badak putih selatan Afrika dan badak India, dan sekarang kita melihatnya juga telah bekerja pada gajah Jawa pula.”
Sumber berita :
blogger yang baik ialah blogger yang senantiasa meninggalkan jejak komentar (blognew-charphatianews)
Post a Comment
terimakasih atas kunjungan anda -